Kamis, 06 April 2017
MENCARI KERIDHOAN ALLOH SWT MELALUI SYAFA'AT ROSULULLOH SAW DENGAN JALAN SUCI-MENSUCIKAN DIRI
Mukadimah Sufi Muda:
Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh...
Ikhwal muslimin wal muslimat di mana saja berada yang semoga selalu dalam naungan rohmat maghfiroh (pengampunan) dari Alloh SWT. Kali ini saya membuat satu laman blog baru yang bernama Nur Akhir Zaman sebagai blog utama, melalui blog kita yang baru ini saya akan mengupas tentang kebenaran jalan yang lurus yang di ajarkan dan di rahasiakan oleh Rosululloh Baginda Nabi kita tercinta Nabi Agung Muhammad SAW yang semoga dapat sekalian kita tempuh bersama-sama. Sebelumnya saya informasikan bahwa saya membuat blog baru Nur Akhir Zaman sebagai ladang ibadah dan berbagi ilmu dan untuk mengupas lebih dalam lagi ilmu-ilmu Alloh. Namun karena saya juga terbentur oleh Hadits Qudsi yang menyatakan ilmu ini tidak boleh sembarangan di sebarluaskan kepada orang yang tidak membutuhkan karena hal tersebut adalah perbuatan yang zholim. Namun ilmu ini harus di berikan kepada orang yang membutuhkan karena jika tidak itu pun masuk kepada perbuatan yang zholim. Dari Hadits Nabi SAW tersebut mengertilah saya maksud selama ini guru saya sengaja tidak dapat bersikap seolah-olah tidak tegas kepada seluruh jamaahnya Majlis Dzikir/ahlithThoriqoh Nur Akhir Zaman. Karena saking dalam nya ilmu beliau. Dan yang akan kita bahas kali ini dan kita kaji bersama-sama adalah hal-hal mendasar yang menjadi modal pokok keyakinan saya dalam menempuh jalan thoriqoh yang mana semoga ini juga akan dapat menjadi modal keyakinan kita bersama.
Pernahkan kita mendengar akan ada suatu golongan umat Nabi Shollollohu 'Alaihi Wasallam pada hari berbangkit nanti di padang mahsyar (yaumil akhir) yaitu umat yang akan di bangkitkan 'tanpa hisab'. Bagaimanakah caranya di bangkitkan tanpa hisab? Padahal manusia adalah tempatnya salah dan dosa-dosa.
Dari kitab yang saya baca yang mana kitab tersebut adalah kitab dari Astana ka-Cirebonan tentang asbab awal mula penciptaan manusia. Orang yang akan masuk Surga tanpa hisab adalah orang-orang khususiyah yang menjalankan (laku) thoriqot yaitu suci mensucikan diri dan menegakkan syari'at Nabi Muhammad SAW. Ilmu yang selama ini saya serap dalam hati saya dari guru-guru saya adalah. Setinggi apapun ilmu yang sudah kita miliki. Pada dasarkan akan kita kembalikan kepada Alloh. Artinya kita sungguh tidak memiliki ilmu apa-apa. Itulah yang di sebut fana di hadapan Alloh. Dari situ kita akan jauh dari sifat sombong akan ilmu. Dengan begitu ilmu kita hanyalah 'ilmu padi', makin berisi semakin merunduk. Dari sumber kitab di atas saya dapati bahwa kenapa suatu kaum mendapat ke-khususan tersebut? Yaitu di bangkitkan oleh Alloh tanpa di hisab. Karena di dunia saja mereka menempuh jalan yang khususiyah. Maka akan di bangkitkan dengan khusus pula. Bukan itu juga intinya. Namun para sufi-sufi yang telah menetas menjadi Waliyulloh ini telah mendapat ilmu laduni dari Alloh SWT dan telah di beritahukan lautan ilmu hakikat yang tanpa batas oleh Alloh. Mereka (para Wali) diberitahu sirrulloh (rahasia Alloh SWT). Sebab itulah mereka akan di bangkitkan tanpa hisab. Dan pada kitab yang tidak sembarangan itu di jelaskan di awal. Barang siapa yang mengetahui hal ini. Maka akan di hapus segala dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang. Subhanallohil 'Adhiim...
Kitab tersebut adalah peninggalan atau wejangan dari para Wali 9 dahulu di tanah Jawa. Yang mana saya membenarkan hal tersebut karena saya pribadi tidak hanya mempelajari kitab tersebut saja. Namun kitab-kitab karangan Imam besar setingkat Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, Imam Al-Ghozalli dan Ibnu Athoillah pun sama kandungan serat dan hakikatnya. Cuma berbeda dari segi bahasa dan kosa kata saja. Namun arti dan maknanya yang tersirat adalah sama.
Dan juga dari guru saya, saya dapati bahwa untuk dapat berjumpa dengan Alloh SWT di dunia maka kita harus menempuh tangga ilmu Islam. Yang mana ia seperti anak tangga yang harus kita tapaki satu demi satu. Ada 11 ilmu Islam yang harus kita lalui dengan susah payah untuk benar-benar mencapai keridhoan Alloh SWT melalui syafa'at Rosululloh SAW. Tangga pertama dari ilmu tersebut adalah Syari'at. Bayangkan. Jika seumur hidup kita hanya berdiri tegak di atas tangga pertama tersebut tanpa mau menapaki tangga ke-dua. Maka selamanya kita hanya berada di bawah. Tangga ke-dua adalah Thoriqoh. Tangga ke-tiga adalah Hakikat. Tangga ke-empat adalah Makrifat. Dan seterusnya sampai 11 yang mana saya tidak bisa jelaskan satu demi satu tanpa arahan guru saya. Karena ini masih di rahasiakan. Dari sesuatu yang di rahasiakan di situ terletak hakikat perahasiaan yaitu untuk di cari. Kenapa di sembunyikan? Ya jelasnya untuk di cari. Di cari oleh siapa? Siapapun yang mau bersungguh-sungguh dalam menempuh dan meniti agama Alloh. Mengenai hal ini saya akan terangkan dalam blog berjudul Separuh Kantung Ilmu Rosululloh SAW. Namun pada kesempatan kali ini saya akan jelaskan mengapa kita harus ber-Thoriqoh?
Dalam pengertian awam kita. Ilmu Syari'at, Thoriqoh, Hakikat dan Makrifat di simpulkan menjadi satu yaitu Tasawuf. Pelaku Tasawuf di sebut Sufi. Sufi adalah orang beriman kepada Alloh yang ingin lebih mendekatkan diri kepada Alloh dengan jalan bersuci atau suci mensucikan diri. Biasanya seorang sufi itu tauhidnya sudah lurus dan hanya satu. Yaitu tauhid Al-Haq. Berbeda dengan orang-orang pada umumnya yang masih memiliki syirik khofi (syirik tersembunyi) di dalam hatinya. (Dan sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui yang ada di dalam isi hati manusia. Dan Alloh Maha Menatap dengan sempurna). Masih percaya dengan kebendaan dan menyembah selain Alloh. Mengenai hal ini saya juga akan kupas nanti. Mungkin pada blog berikutnya atau entah. Maka Rosululloh SAW berpesan hiasilah dirimu dengan Syari'at. Seperti Nabi Muhammad SAW. Sayangnya banyak sekali saat ini Sufi Sufi pengakuan (palsu) yang mengotori atau merendahkan martabad Sufisme. Terutama orang-orang Kejawen yang mengaku sudah maqom Manunggaling Kawulo Gusti tapi dia tidak mendirikan sholat. Maka jangan sebut dia seorang Wali atau Sufi. Sufi sejati akan menjalankan segala perintah Alloh dan Rosul Nya sampai ia mati.
Maka, sebelum saya terangkan pokok permasalahan yang akan kita kaji bersama-sama. Ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang unsur-unsur pokok diri kita yang di sebut manusia.
Yang di sebut sebagai manusia itu terdiri dari tiga unsur pokok:
1. JASMANI (BADAN/TUBUH KASAR)
2. RUHANI (NYAWA)
3. AN-NAFS (JIWA)
Itulah yang di sebut manusia atau Al-INSAN. JASMANI tanpa RUH di sebut MAYAT. Dan RUH saja tanpa adanya JASAD di sebut ROH/NYAWA. JIWA saja tanpa BADAN dan RUH di sebut ARWAH. Setiap orang dan setiap guru memiliki istilah masing-masing mengenai hal ini untuk menjelaskannya kepada santrinya. Namun intinya adalah sama. Maka yang di sebut manusia adalah tiga unsur di atas. Ada JASAD, RUH dan JIWA. RUH ini hakikatnya hanya sebagai penghubung antara JASAD dan JIWA. Teori ini sudah saya buktikan saat saya sedang meraga sukma. Jiwa saya mengembara entah kemana namun mampu kembali lagi ke 'wadag' badan saya karena masih ada RUH yang mendiami JASAD saya.
Kita umpamakan bahwa JASMANI adalah sebuah kendaraan. RUHANI adalah mesin/bahan bakar. Dan AN-NAFS (JIWA) adalah supir yang mengendalikan kendaraan tersebut. Maka segala perbuatan manusia yang bertanggung jawab adalah AN-NAFS (JIWA). Ibarat mobil mengalami sebuah kecelakaan maka yang bertanggung jawab adalah sang supir.
Atas dasar apa pernyataan tersebut? Atas dasar apa dikatakan bahwa JIWA itu harus bertanggung jawab atas segala macam amal perbuatan manusia? Atas dasar firman Alloh SWT dalam Al-Qur'an surah Az-Zumar ayat 70 yang artinya:
"Akan dihadapkan tiap-tiap JIWA, dimintai pertanggung jawaban segenap amal perbuatannya masing-masing. Karena sesungguhnya Alloh adalah Maha Mengetahui apa-apa yang diperbuat oleh manusia di muka bumi."
Di dalam JASAD manusia memiliki organ vital berupa otak yang memiliki kekuatan yang luar biasa:
Kekuatan otak itu mengolah tugas JIWA. Dan di lengkapi oleh tiga unsur:
1. Akal: Artinya untuk pertimbangan/perencanaan. Gunanya untuk mempertimbangkan dan merencanakan.
2. Fikir: Artinya untuk perhitungan. Gunanya untuk memperhitungkan.
3. Dzikir: Artinya untuk ingatan, gunanya untuk mengingat-ingat sesuatu hal.
QS-Al-Baqarah ayat 63 menjelaskan tentang kekuatan tersebut.
Di manakah Alloh SWT meletakkan AN-NAFS itu?
Rosululloh Shollollohu 'Alaihi Wasallam bersabda yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang artinya:
"Wahai insan, ketahuilah olehmu bahwa di dalam jasmanimu itu ada segumpal daging. Jika daging itu sehat maka sehatlah seluruh jasmanimu, tetapi jika daging itu rusak maka rusaklah seluruh jasmanimu. Dan daging yang di maksud adalah jantung tempat atau wadah dari AN-NAFS (JIWA)."
Kenalilah Musuh-Musuh Manusia.
Yang di sebut manusia atau Al-Insan yang terdiri dari tiga unsur di atas memiliki musuh. Tentu yang di serang adalah sang pengemudi agar manusia menjadi tersesat dari jalan Alloh dan mengikuti langkah-langkah syaithon.
Pada AN-NAFS (JIWA) ini, Alloh memberikan perlengkapan tiga sifat pokok (dasar) yang kekuatannya sama kuat. Atau sifat satu dan sifat lainnya saling mempengaruhi.
Sifat utama JIWA yang memiliki kekuatan mendorong manusia kepada sebuah pengaruh tertentu adalah.
1. Syahwat atau lauwamah (Jin-Narisamum). Sifatnya: Pemalas, serakah, rakus, lemah, dan tidak berketentuan.
2. Gadhab atau amarah (Iblis-Nar). Sifatnya: Angkara murka, sombong, dan ria', ingin menang sendiri dan kejam.
3. Natiqah atau muthmainah (Malaikat-Nur). Sifatnya: Arif, bijaksana, penimbang rasa, tenang dan tentram.
Itulah pengaruh tiga unsur kekuatan yang berada dalam JIWA. Maka kita di haruskan mengendalikan NAFS oleh karena jika tidak di kendalikan maka kecelakaan pasti akan di dapatkan oleh seorang manusia baik segera atau kelak di yaumil akhir. Jagalah JIWAmu dan hiasilah ia dengan keindahan-keindahan, karena engkau sekalian disebut manusia bukan karena jasmanimu, akan tetapi karena JIWAmu.
Siapakah Sebenarnya Musuh-Musuh Manusia Itu?
Musuh manusia yang sebenarnya adalah iblis dan jin. Perbuatan iblis itu di namakan syaithon yang artinya kejahatan. Sifat inilah yang berusaha untuk menyesatkan dan menjerumuskan manusia kedalam kenistaan di dunia dan kedalam api neraka di akhirat kelak. Mereka akan menyesatkan manusia dari jalan yang benar dan baik. Hal ini sesuai dengan firman Alloh SWT dalam Al-Qur'an Al-Karim surah Shaad ayat 71 s/d 74.
Tidak ada komentar:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar